Minggu, 04 Desember 2011

morfoligi Fusarium oxyporum

  • Morfologi Fusarium Oxysporum
Morfologi dari Fusarium Oxysporum yaitu memilikistruktur yang terdiri dari mikronidia dan makronidia. Permukaan koloninya berwarna ungu, tepinya bergerigi, permukaannya kasar berserabut dan bergelombang. Di alam, jamur ini membentuk konidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makro konidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan. Miselium terutama terdapat di dalam sel khususnya di dalam pembuluh, juga membentuk miselium yang terdapat di antara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di jaringan parenkim di dekat terjadinya infeksi. Fusarium oxysporum adalah fungi aseksual yang menghasilkan tiga spora yaitu mikronidia, makronidia, dan klamidospora. Mikronidia adalah spora dengan satu atau dua sel yang dihasilkan Fusarium pada semua kondisi dan dapat menginfeksi tanaman. Makronidia adalah fungi dengan tiga sampai lima sel biasanya ditemukan pada permukaan. Klamidospora adalah spora dengan sel selain diatas, dan pada waktu dorman dapat menginfeksi tanaman, sporanya dapat tumbuh di air (Fajriana,2008).

  • Fisiologi Fusarium Oxysporum
Fisiologi dari jamur Fusarium Oxysporum yaitu bermula dari adanya pembelahan reduksi dan penentuan jenis kelamin intinya baru akan terjadi, jika zigot telah mengalami waktu istirahat. Dari zigot itu tumbuh suatu benang dengan sporangium pada ujungnya. Sporangium ini berlainan dengan sporangium biasa, sporangium ini hanya mempunyai satu inti saja, sebagian bersifat (+) dan sebagian bersifat (-). Miselium yang tumbuh dari spora ini hanya mempunyai inti yang sama jenis kelaminnya, dari sebab itu spora tadi sebagian akan merupakan miselium (+) dan miselium (-). Pada marga ini umumnya sporangiumnya memiliki banyak spora akan tetapi terdapat juga sporangium yang hanya mengandung sedikit spora, bahkan ada yang setiap sporangium yang hanya mengandung satu inti saja yang dindingnya berdekatan dengan dinding sporangium. Jadi disini sporangium telah berubah menjadi konidium. Jamur berperan penting dalam proses dekomposisi pada rantai makanan tanah, jamur dapat mengkonversi bahan organic menjadi bahan yang dapat dimanfaatkan oleh organisma lain, hifa jamur secara fisik berfungsi sebagai perekat pada agregat tanah sehingga dapat memperbaiki stabilitas agregat tanah. Dapat berasosiasi dgn akar tanaman jamur yang mengkoloni akar tanaman untuk menggunakan karbon tanaman dan sebagai timbal baliknya jamur ini membantu melarutkan fosfor dan membawa unsure hara (fosfor, nitrogen, hara mikro, dan air) ke tanaman. Jamur yang tumbuh di dalam sel akar, pada umumnya berasosiasi dengan rumput, tanaman pangan, sayuran dan semak.

  • Ekologi Fusarium Oxysporum
Ekologi dari jamur fusarium Oxysporum Secara keseluruhan ada di dalam tanah disekitar akar tumbuhan (rizosfir) atau di atas daun, batang, bunga, dan buah (fillosfir). Jamur yang bisa hidup pada daerah rizosfir sangat sesuai digunakan sebagai agen pengendalian hayati ini mengingat bahwa rizosfir adalah daerah yang utama dimana akar tumbuhan terbuka terhadap serangan patogen. Jika terdapat mikroorganisme antagonis seperti jamur ini maka pada daerah ini patogen akan berhadapan selama menyebar dan menginfeksi akar.
Populasi patogen dapat bertahan secara alami di dalam tanah dan pada akar-akar tanaman sakit. Apabila terdapat tanaman peka, melalui akar yang luka dapat segera menimbulkan infeksi. Sehingga perkembangan klamidospora dirangsang oleh keadaan akar tanaman yang lemah, pelukaan pada akar akan memproduksi zat-zat (seperti asam amino, glutamin) yang dapat mendorong pertumbuhan spora.
Penyebaran jamur Fusarium Oxysporum dipengaruhi oleh Keadaan pH yaitu dari kisaran keasaman tanah yang memungkinkan jamur F. oxysporum tumbuh dan melakukan kegiatannya. Sementara itu, suhu di dalam tanah erat kaitannya dengan suhu udara di atas permukaan tanah. Suhu udara yang rendah akan menyebabkan suhu tanah yang rendah, begitu pula sebaliknya. Suhu selain berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, juga terhadap perkembangan penyakitnya. Jamur F. oxysporum mampu hidup pada suhu tanah antara 10-24°C, meskipun hal ini tergantung pula pada isolat jamurnya (Soesanto, Loekas dkk, 2002).
Selain itu penyebaran jamur yang luas secara alami dapat disebabkan oleh adanya curah hujan dan angin, selain oleh bantuan bibit atau partikel tanah. Adanya curah hujan yang tinggi akan membantu sebaran jamur patogren tular-tanah ke daerah lain yang lebih jauh, baik karena percikan maupun ikut aliran air. Jamur F. oxysporum membentuk sporangium yang berperan di dalam sebaran patogen karena hujan, selain karena angin.

  • Taksonomi Fusarium Oxysporum
Taksonomi dari jamur Fusarium Oxysporum ini hanya terdiri dari nama ilmiah dan nama lainnya atau spesiesnya seperti :
  • Fusarium oxysporum f. sp. sp. melongenae melongenae (nama ilmiah), Fusarium oxysporum f. melongenaemelongenae (nama lainnya atau spesiesnya).
  • Fusarium oxysporum f. sp. Vanilla (nama ilmiah), vanilla root rot (nama lainnya atau spesiesnya).

  • Peranan Fusarium Oxysporum dalam lingkungan
Fusarium Oxysporum selain dikenal pada umumnyasebagai jamur parasit, yang juga merupakan jamur saprofit aktif yang dapat merugikan bagi lingkungan seperti halnya pada penyakit busuk rimpang jahe disebabkan oleh jamur F. oxysporum. Penyakit busuk rimpang menimbulkan tingkat kerusakan yang beragam, hal ini sangat ditentukan oleh jenis varietas jahe yang ditanam dan didukung oleh kondisi lingkungan setempat.
Sebaran patogen busuk rimpang di semua pertanaman jahe antara lain disebabkan oleh sifatnya yang kosmopolit dan mampu hidup di semua jenis tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Holliday (1980), yang menyatakan bahwa jamur F. Oxysporum merupakan jamur kosmopolit, yaitu terdapat di setiap tempat dan di beragam jenis tanah, dan mudah diisolasi dengan semua cara. Bahkan Domsch et al. (1993) mengemukakan bahwa jamur F. oxysporum ini bahkan masih dapat dijumpai pada kedalaman tanah lebih dari 50 cm.
Selain dikenal sebagai jamur parasit dan juga jamur saprofit aktif, jamur Fusarium Oxysporium ini juga mempunyai kemampuan hidup pada bahan organik mati, berupa pupuk kandang, yang umum digunakan sebagai pupuk dasar penananam jahe di semua lokasi. Adanya pupuk kandang akan membantu tersedianya sumber nutrisi bagi jamur di dalam tanah. Selain itu, ketersediaan bahan organik di dalam tanah akan mendukung sebaran dan pencaran jamur. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Stack et al. (1987), bahwa pencaran jamur dipengaruhi oleh sumber karbon, sumber nitrogen, dan rasio C:N. Konsentrasi karbon di dalam tanah yang meningkat akan meningkatkan rasio C:N, yang akan mendorong pencaran mikroba di dalam tanah. Pencaran mikroba di dalam tanah ditunjukkan dengan persentase butiran tanah yang lebih besar sebagai pembawa patogen, jumlah hifa yang lebih besar, dan panjang hifa yang meningkat, yang menjalar di dalam tanah.
Hal ini didukung oleh Domsch et al. (1993) yang menyatakan bahwa jamur F. oxysporum lebih sering diisolasi dari tanah yang diberi pupuk kandang, dibandingkan dengan yang tidak diberi pupuk. Hal ini terbukti di lapang bahwa jamur tersebar di semua pertanaman jahe di semua daerah sampel, yang umumnya menggunakan pupuk kandang ketika mengolah tanah, sebelum budidaya jahe dilakukan.
Pola sebaran jamur F. oxysporum f.sp. zingiberi di lokasi penelitian di sentra jahe Jawa Tengah umumnya menunjukkan pola sebaran random. Hal ini nampak dari hasil pengamatan di lapang, yaitu tanaman bergejala tidak berada di satu tempat, tetapi tersebar berkelompok. Pola sebaran random ini dimungkinkan dikarenakan oleh bibit jahe yang ditanam dan kondisi lingkungan pertanaman jahe. Meskipun berasal dari bibit sehat, tetapi tidak semua bibit dalam keadaan utuh.
Umumnya bibit dalam kondisi luka karena pemotongan untuk memperoleh bibit dengan 2-3 mata tunas. Adanya luka dapat menjadi pintu masuk infeksi patogen. Sebaran penyakit karena patogen tular-tanah sangat rumit dan sukar dikaji karena erat kaitannya dengan interaksi antara patogen, inang, dan mikroba tanah. Oleh karena itu, faktor lingkungan baik biotic maupun abiotik (termasuk tanaman sela dan sekitarnya, tanaman sebelumnya, faktor iklim, keasaman tanah, dan kondisi lokasi) sangat berpengaruh terhadap sebaran dan pencaran patogen busuk rimpang jahe (Soesanto, Loekas dkk, 2002).
Contoh dari koloni jamur Furasium Oxysporum
DAFTAR PUSTAKA

Soesanto, Loekas.2002. Penyakit Busuk Rimpang Jahe di Sentra Produksi Jahe Jawa Tengah : 2. Intensitas dan Pola Sebaran Penyakit. Penelitian ini didanai oleh Bagian Proyek Pembinaan Kelembagaan Litbang Pertanian (ARMPII) Jawa Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar