Jumat, 02 Desember 2011

jamur Phytium sp.

Jamur Phytium Sp.
  1. Morfologi
Phytium sp hidup saprofit di tanah lembab, Saprofit yaitu merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang mati. Jamur saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur saprofit mengeluar-kan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehinggamudah diserap oleh hifa. Selain itu, hifa dapat juga langsung menyerap bahanbahan organik dalam bentuk sederhana yang dikeluarkan oleh inangnya.
Struktur tubuh jamur phytium ini terdiri dari golongan Ascomycotina, golongan ini struktur tubuhnya ada yang multiseluler atau uniseluler. Golongan Ascomycotina ini
Hidup saprofit di dalam tanah atau hipogean, hidup di kotoran ternak disebut koprofil,ada juga yang parasit pada tumbuhan. Tubuhnya terdiri atas benang-benang yang bersekat atau ada yang unisel. Jamur Phytium adalah organisme yang kecil, bersifat filamen yang kekurangan klorofil. Oleh karena itu organisme ini mendapatkan makanannya dari tanaman atau binatang yang mengandung bahan organik, apakah itu sebagai saprophyte, parasyte ataupun patogen.
Oospora memiliki dinding yang agak tebal dan halus, diameter 17 – 19 mikrometer Hyfa Phytium sp adalah hyaline, tidak bersekat dan umumnya memiliki lebar 4 – 6 mikrometer. Sporangia panjangnya bervariasi dari 50 – 1000 um dan umumnya memiliki cabang banyak (multi). Sporangia hanya berkecambah dengan produksi vexicle yang membebaskan zoospora. Oogonia adalah berbentuk spherical dan terminal dengan diameter 22 – 27 um/ antherium berbentuk interclary, barrel ataupun kubah. Aplerotic oospora memiliki dinding yang tebal. Jamur Phytium Spp. mempunyai miselium kasar, lebarnya kadang-kadang sampai 7 mikrometer. Selain membentuk sporangium biasa, (berbentuk bulat atau lonjong), jamur juga membentuk sporangium yang bentuknya tidak teratur seperti batang atau bercabang-cabang yang dipisahkan dari ujung hifa. Bagian ini sering disebut presporangium dan ukurannya dapat mencapai 800 x 20 mikrometer.
  1. Fisiologi
Reproduksi jamur dapat secara seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif). Secara aseksual, jamur menghasilkan spora. Spora jamur berbeda-beda bentuk dan ukurannya dan biasanya uniseluler, tetapi adapula yang multiseluler. Apabila kondisi habitat sesuai, jamur memperbanyak diri dengan memproduksi sejumlah besar spora aseksual. Spora aseksual dapat terbawa air atau angin. Bila mendapatkan tempat yang cocok, maka spora akan berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa.
Reproduksi secara seksual pada jamur melalui kontak gametangium dan konjugasi. Kontak gametangium mengakibatkan terjadinya singami, yaitu persatuan sel dari dua individu. Singami terjadi dalam dua tahap, tahap pertama adalah plasmogami (peleburan sitoplasma) dan tahap kedua adalah kariogami (peleburan inti). Setelah plasmogami terjadi, inti sel dari masing-masing induk bersatu tetapi tidak melebur dan membentuk dikarion. Pasangan inti dalam sel dikarion atau miselium akan membelah dalam waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun. Akhimya inti sel melebur membentuk sel diploid yang segera melakukan pembelahan meiosis.
Phytium sp hidup saprofit di tanah lembab, tetapi zoospora yang dihasilkannya melalui perkembangbiakan aseksual sedangkan oospora melalui perkembangbiakan seksual. Jamur ini dapat menginfeksi tanaman seperti pada persemaian tem-bakau yang dikenal dengan penyakit patah rebah semai. Jamur ini juga dapat menyebabkan penyakit busuk pada kecambah tembakau, kina, bayam, jahe, nenas, dan kemiri.
Penyakit rebah semai (damping off) pada tembakau disebabkan oleh jamur Phytium spp Umumnya hanya dijumpai di pembibitan dan jarang dijumpai di pertanaman. Bila menyerang di pertanaman biasanya terjadi pada tanaman muda yang baru ditanam dan menyebabkan penyakit busuk pada pangkal batang atau juga terjadi nekrosis pada tanaman. Penyakit ini bisa terjadi di setiap tempat dimana tanaman tembakau ditanam. Penyakit rebah semai tidak hanya menyerang tembakau saja, melainkan juga persemaian cabe, kubis, tomat dan lain-lain.
Bentuk morfologis
Oospora Phyitum ultiumum
Bentuk morfologis
Oospora Phytium aphanidermatum
Penyakit ini dilaporkan pertama kali menyerang tanaman tembakau Vorstenlanden di daerah Jawa lebih dari 100 tahun yang lalu atau tepatnya tahun 1900, tetapi sampai saat ini penyakit masih banyak dijumpai menyerang bibit tembakau dan dianggap cukup berbahaya bila tidak dikendalikan dengan baik.
Phytium ini tergolong ke dalam klas Phycomicetes dan penyakit ini sering disebut sebagai penyakit hangus batang atau damping off yang dapat menyebabkan turunnya produksi sampai 20%, karena tidak baiknya bibit. Jamur ini pada umumnya berkembang di daerah tropikal.

  1. Ekologi

Penyakit Phytium bersifat universal, dan banyak menyerang persemaian tembakau yang terpelihara. Sumber penyakit pada umumnya terdapat di dalam tanah yang dipergunakan atau terikut oleh aliran air hujan dan sebagainya. Kerugian akibat penyakit ini sulit dihitung secara kwantitiatif karena kebanyakan menyerang pada masa stadium bibit. Sehingga bila dijumpai ada gejala serangan penyakit Phytium pada tembakau atau bibit terlihat sakit, maka langsung dimusnahkan. Biasanya praktisi selalu mempersiapkan jumlah bibit lebih banyak untuk mengantisipasi kekurangan bibit.
Lebih kurang 13 spesies tersebar di dalam tanah yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit dumping off, tetapi ada 2 spesies yang telah dikenal secara luas yang merusak tembakau yaitu Phytium ultimatum dan Phytium aphadermatum
Suhu optimal untuk Phytium dapat menyerang tanaman tembakau bervariasi cukup besar antara 24 – 35 oC. Walaupun demikian pertumbuhan dari beberpa spesies akan menurun atau terhambat pada kondisi pH rendah, untuk itu pH tanah haruslah dipertahankan sekitar 5,5.
Beberapa tahun yang lalu penyakit ini sangat banyak menyerang bibit tembakau Deli, tetapi setelah pembibitan menggunakan lonplast dan plat trays serta media yang telah disterilkan terlebih dahulu maka penyakit ini sudah sangat berkurang. Mengingat penggunaan plat trays dan lonplast maupun media steril belum begitu meluas, maka pengetahuan mengenai penyakit rebah semai sangat diperlukan.
Daur Hidup Phytium
Jamur ini bersifat polyfag sehingga dapat mempunyai beberapa jenis tanaman inang antara lain lamtoro (Leucana leucocephala), bayam duri (Amaranthus sp), kucingan (Mimosa invisa), kerokot (Portulaca oleracea), dll
Phytium sp terdapat di dalam tanah sebagai saprophyt atau dalam bahan-bahan organik yang mengalami perombakan atau sebagai parasit fakultatif yang lemah dan dapat bertahan untuk masa waktu tertentu tanpa adanya makanan. Sporangium akan berfungsi sebagai struktur survival jangka panjang.
Penyakit Akar (Blast disease).Gejala serangan : Tanaman tumbuh abnormal dan lemah dan daun tanaman berubah menjadi warna kuning. Penyebab penyakit ini adalah Jamur Rhizoctonia lamellifera dan Phytium sp.
Cara pengendalian :- Melakukan kegiatan persemaian dengan baik.
- Mengatur pengairan agar tidak terjadi kekeringan di pertanaman.
Beberapa gambar tentang phytium sp dimana : (1) Phytium aphendermatum Presporangium Oogonium dengan dua anteridium Oospora(2) Pembentukan Sporangium, (3) Pem-bentukan spora kembar (4) Spora kembar (Zoospora).

  1. Taksonomi
Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof, tipe sel: sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa, hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada pula dengan cara generatif.Phytium ini tergolong ke dalam klas Phycomicetes. Termasuk Filum Jamur Air (Oomycota).
Hifa tidak bersekat, bersifat senositik (intinya banyak), dinding sel dari selulosab) Reproduksi vegetatif dengan cara membentuk zoospora, yang memiliki 2 flagel dan generatif dengan cara fertilisasi yang akan membentuk zigot yang tumbuh menjadi oospora.
  1. Peranan Dalam Lingkungan
Gejala Penyakit
Damping off atau rebah semai biasanya terlihat di pembibitan. Bibit yang terserang pangkal batangnya membusuk sehingga layu dan terkulai lemas. Infeksi terjadi pada akar atau pangkal batang, kadang-kadang perakaran yang muda juga terserang sehingga membusuk , bila menyerang daun, maka daun menjadi busuk basah. Akar tanaman yang terinfeksi
 berwarna coklat muda dan berair.
Gejala penyakit di pembibitan tergantung pada umur bibit. Pada pembibitan yang berumur beberapa minggu, bibit layu dan menjadi kering secara mendadak. Satu hal yang sangat jelas adalah penyebaran penyakit yang sangat tidak teratur di bedengan, bibit tidak mati bersama-sama dan persemaian tampak seperti diperjarang. Ini akan berlangsung terus sehingga bibit semua menjadi mati.
Apabila diteliti lebih lanjut, bagian batang tembakau dalam tanah terlihat membusuk. Sedangkan pada tanaman yang baru dipindah ke lapangan penyakit Phytium ini menyerang akar yang menyebabkan tanaman berkerut.
Penyebaran penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang tinggi dan penerimaan cahaya sinar matahari yang kurang baik di pembibitan. Perkembangan penyakit ini juga dibantu oleh kerapatan bibit dan embun yang banyak terjadi di waktu malam.
Buangan dari pembibitan dan akar dari tanaman yang tumbuh akan merangsang Oospora dan Sporangia untuk berkecambah dan menghasilkan Zoospora. Hyfa akan menembus kista batang dan akar secara langsung melalui epidermis ataupun luka yang terjadi. Kolonisasi dari kista ini terjadi dengan cepat. Jaringan yang terserang akan berair dan akan dapat berkembang sebagai akibat dari aksi prototilic dan enzim sellulolytic yang dilepas oleh jamur.
Phytium Sp. pada umumnya tidak menyerang jaringan tanaman yang sudah matang, walaupun demikian penyakit dapat menyerang batang tanaman yang sudah tua akan dapat terjadi dalam kondisi tertentu. Infeksi tanaman yang sudah tua umumnya dibatasi pada ujung akar dan akan menyebabkan perkembangan nekrosis pada akar.
Jamur Phytium ini hidup menyebar pada tanah yang terinfeksi dan pertumbuhan hyfa akan cepat menyebar dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain pada pembibitan yang terlalu padat.
Gejala penyakit rebah semai di pembibitan tanaman tembakau

Beberapa upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit Phytium ialah sebagai berikut :
1. Untuk media pembibitan diusahakan tanah yang mudah meluluskan air, agar kelembaban tanah tidak terlalu tinggi, terutama pada musim hujan
2. Laksanakan sanitasi yang ketat, bibit yang sakit harus dibuang untuk menghindari penularan lebih lanjut, juga disarankan membuang bibit di sekitar bibit yang sakit dengan radius 1 meter atau lebih.
3. Jarak tanam bibit agar diupayakan tidak terlalu rapat untuk mengurangi kelembaban di pembibitan
4. Penyemprotan dengan fungisida terutama yang mengandung bahan aktif metalaxyl misalnya Saromyl 35SD, atau fungisida yang disarankan pemakainanya oleh Balai Penelitian Tembakau Deli. Rekomendasi penggunaan fungisida harus diikuti dengan bena

6 komentar: