Jumat, 02 Desember 2011

Layu Fusarium dan layu Verticiliumpada Tomat (Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici, Verticillium spp.

Layu Fusarium dan layu Verticiliumpada Tomat (Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici, Verticillium spp.
Tanaman inang : Tomat
Deskripsi:
Layu Fusarium dan Layu Verticillium merupakan dua penyakit utama yang menyebabkan layu pada tomat. Layu Fusarium adalah penyakit yang paling lazim ditemukan diantara kedua penyakit ini, di daerah Kansas, layu Fusarium umumnya terjadi pada pertengahan musim panas ketika temperature udara dan tanah tinggi. Awal terbentuknya penyakit tanaman ini adalah perubahan warna daun yang paling tua menjadi kekuningan (daun yang dekat dengan tanah). Seringkali perubahan warna menjadi kekuningan terjadi pada satu sisi tanaman atau pada daun yang sejajar dengan petiole tanaman. Daun yang terinfeksi akan layu dan mongering, tetapi tetap menempel pada tanaman. Kelayuan akan berlanjut ke bagian daun yang lebih muda dan tanaman akan segera mati. Batang tanama tomat akan tetap keras dan hijau pada bagian luar, tetapi pada jaringan vaskular tanaman, terjadi diskolorisasi, berupa luka sempit berwarna cokelat. Diskolorisasi dapat dilihat dengan mudah dengan cara memotong batang tanaman didekat tanah dan akan terlihat luka sempit berbentuk cincin berwarna cokelat, diantara daera sumbu tanaman dan bagian terluar batang.
kecenderungan kemunculan layu verticillium terjadi selama periode dingin pada akhir musim semi. Gejala penyakit ini hampir sama dengan layu Fusarium. Daun tertua yang terinfeksi akan menjadi kuning, layum dan secepatnya akan gugur. Tidak seperti layu Fusarium, layu Verticillium dapat menyebabkan perubahan warna kuning yang seragam dan kelayuan pada daun bagian bawah. Gejala penyakit selanjutnya adalah daun termuda akan mulai layu dan mati, sampai hanya tertinggal beberapa daun sehat pada bagian atas tanaman. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian pada tanaman, penyakit ini dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil, lemah, dan menghasilkan buah yang kecil. Layu Verticillium juga menyebabkan diskolorisasi pada sistem vaskular tanaman dan hampir mirip dengan layu Fusarium, hanya saja, pada layu Verticillium, luka berwarna cokelat hanya terjadi sepanjang batang. Oleh sebab itu, analisis laboratorium mungkin dibutuhkan untuk membedakan kedua patogen penyebab penyakit ini.
Siklus Hidup:
Patogen penyebab layu Fusarium, dapat menginfeksi tanaman melalui biji yang terkontaminasi atau pencangkokan tanaman yang terinfeksi.Sekali menginfeksi, jamur ini akan bertahan selama bertahun-tahun pada tanah. Jamur penyebab Layu Verticillium juga termasuk patogen tular tanah dan dapat menyerang berbagai tanamn budidaya, seperti kentang, terong, strawbery, Rasberry hitam, dan beberapa macam gulma. Kedua jamur ini dapat menginfasi tanaman melewati sistem serabut akar dan mengganggu proses pengambilan air dan mineral pada tanaman.
Perkembangan infeksi dan penyakit layu Fusarium, didukung oleh suhu tanah yang hangat (800 F) dan kelembapan tanah yang rendah, sedangkan Penyakit layu Verticillium terbentuk pada kondisi tanah yang relatif dingin ( 55-750F).
Rekomendasi:
Rotasi tanaman dalam waktu lama (4-6 tahun) dapat menurunkan tingkat inokulum jamur di dalam tanah, tetapi hal ini tidak dapat mengendalikan penyakit ini secara lengkap. Cara pengendalian penyakit layu Fusarium dan verticillium yang sering digunakan adalah penggunakan varietas tahan. Beberapa varietas tomat yang tahan jamur Fusarium ras 1, dan jamur Verticillium adalah: Early Cascade (VF); Celebrity (VFN); Avalanche (F); Jet star (VF); Show me (VF); Burpee;s (VF); dan Beefmaster (VFN). Informasi keahaan tanaman dapat dilihat pada katalog benih.
Analisis :
Penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum dan layu Verticillium yang disebabkan oleh jamurVerticillium spp., termasuk dalam kelompok penyakit tular tanah, yang dapat bertahan dalam waktu yang lama. Kedua patogen ini,umumnya menyebabkan kerusakan pada tanaman pada bagian akar atau pangkal batangnya dan menyebabkan gejala yang dapat juga tampak pada bagian tanaman atas tanah. Penyakit tular tanah umumnya, sulit dikendalikan karena memiliki kisaran inang yang luas, dapat bertahan dalam tanah dalam waktu yang lama, dan gejala dini sulit diidentifikasi, sehingga penyakit baru dapat diketahui ketika serangan sudah lanjut dan menyebabkan gejala pada bagian atas tanah.
Tanaman yang sehat dapat terinfeksi oleh kedua patogen ini, jika di dalam tanah tempat tanaman tumbuh terkontaminasi oleh jamur ini. Jamur ini dapat menyebar pada tanaman lain dengan menginfeksi akar tanaman menggunakan tabung kecambah, atau miselium. Akartanaman dapat terinfeksi langsung melalui jaringan akar, atau melalui akar lateral. Setelah memasuki akar tanaman, miselium akan berkembang hingga mencapai jaringan korteks akar. Pada saat miselium jamur mencapai xylem, maka miselium ini akan berkembang hingga menginfeksi pembuluh xylem. Miselium yang telah menginfeksi pembuluh xylem, akan terbawa ke bagian lain tanaman, dan mengganggu peredaran nutrisi dan air pada tanaman.


Pengendalian penyakit ini umumnya menggunakan varietas tahan, tetapi apabila sifat ketahanan ini patah, akan menyebabkan tanaman menjadi rentan. Pengenalian penyakit tular tanah yang efektif, dapat menggunkanan agens hayati seperti jamur antagonis Trichodermasp., dan menambah keaneka ragaman mikroorganisme tanah, dengan cara menambah bahan organik tanah, dan menginduksi agens hayati pada tanah. Tetapi cara ini memiliki kelemahan, yaitu pengendalian berjalan dalam waktu yang lama, dan hasilnya baru terihat dalam waktu lama. pengendalian penyakit ini juga dapat menggunakan modifikasi lingkungan, yaitu memodifikasi lingkungan agar tidak sesuai dengan pertumbuhan jamur tular tanah, seperti pemasangan mulsa

jamur Phytium sp.

Jamur Phytium Sp.
  1. Morfologi
Phytium sp hidup saprofit di tanah lembab, Saprofit yaitu merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang mati. Jamur saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur saprofit mengeluar-kan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehinggamudah diserap oleh hifa. Selain itu, hifa dapat juga langsung menyerap bahanbahan organik dalam bentuk sederhana yang dikeluarkan oleh inangnya.
Struktur tubuh jamur phytium ini terdiri dari golongan Ascomycotina, golongan ini struktur tubuhnya ada yang multiseluler atau uniseluler. Golongan Ascomycotina ini
Hidup saprofit di dalam tanah atau hipogean, hidup di kotoran ternak disebut koprofil,ada juga yang parasit pada tumbuhan. Tubuhnya terdiri atas benang-benang yang bersekat atau ada yang unisel. Jamur Phytium adalah organisme yang kecil, bersifat filamen yang kekurangan klorofil. Oleh karena itu organisme ini mendapatkan makanannya dari tanaman atau binatang yang mengandung bahan organik, apakah itu sebagai saprophyte, parasyte ataupun patogen.
Oospora memiliki dinding yang agak tebal dan halus, diameter 17 – 19 mikrometer Hyfa Phytium sp adalah hyaline, tidak bersekat dan umumnya memiliki lebar 4 – 6 mikrometer. Sporangia panjangnya bervariasi dari 50 – 1000 um dan umumnya memiliki cabang banyak (multi). Sporangia hanya berkecambah dengan produksi vexicle yang membebaskan zoospora. Oogonia adalah berbentuk spherical dan terminal dengan diameter 22 – 27 um/ antherium berbentuk interclary, barrel ataupun kubah. Aplerotic oospora memiliki dinding yang tebal. Jamur Phytium Spp. mempunyai miselium kasar, lebarnya kadang-kadang sampai 7 mikrometer. Selain membentuk sporangium biasa, (berbentuk bulat atau lonjong), jamur juga membentuk sporangium yang bentuknya tidak teratur seperti batang atau bercabang-cabang yang dipisahkan dari ujung hifa. Bagian ini sering disebut presporangium dan ukurannya dapat mencapai 800 x 20 mikrometer.
  1. Fisiologi
Reproduksi jamur dapat secara seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif). Secara aseksual, jamur menghasilkan spora. Spora jamur berbeda-beda bentuk dan ukurannya dan biasanya uniseluler, tetapi adapula yang multiseluler. Apabila kondisi habitat sesuai, jamur memperbanyak diri dengan memproduksi sejumlah besar spora aseksual. Spora aseksual dapat terbawa air atau angin. Bila mendapatkan tempat yang cocok, maka spora akan berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa.
Reproduksi secara seksual pada jamur melalui kontak gametangium dan konjugasi. Kontak gametangium mengakibatkan terjadinya singami, yaitu persatuan sel dari dua individu. Singami terjadi dalam dua tahap, tahap pertama adalah plasmogami (peleburan sitoplasma) dan tahap kedua adalah kariogami (peleburan inti). Setelah plasmogami terjadi, inti sel dari masing-masing induk bersatu tetapi tidak melebur dan membentuk dikarion. Pasangan inti dalam sel dikarion atau miselium akan membelah dalam waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun. Akhimya inti sel melebur membentuk sel diploid yang segera melakukan pembelahan meiosis.
Phytium sp hidup saprofit di tanah lembab, tetapi zoospora yang dihasilkannya melalui perkembangbiakan aseksual sedangkan oospora melalui perkembangbiakan seksual. Jamur ini dapat menginfeksi tanaman seperti pada persemaian tem-bakau yang dikenal dengan penyakit patah rebah semai. Jamur ini juga dapat menyebabkan penyakit busuk pada kecambah tembakau, kina, bayam, jahe, nenas, dan kemiri.
Penyakit rebah semai (damping off) pada tembakau disebabkan oleh jamur Phytium spp Umumnya hanya dijumpai di pembibitan dan jarang dijumpai di pertanaman. Bila menyerang di pertanaman biasanya terjadi pada tanaman muda yang baru ditanam dan menyebabkan penyakit busuk pada pangkal batang atau juga terjadi nekrosis pada tanaman. Penyakit ini bisa terjadi di setiap tempat dimana tanaman tembakau ditanam. Penyakit rebah semai tidak hanya menyerang tembakau saja, melainkan juga persemaian cabe, kubis, tomat dan lain-lain.
Bentuk morfologis
Oospora Phyitum ultiumum
Bentuk morfologis
Oospora Phytium aphanidermatum
Penyakit ini dilaporkan pertama kali menyerang tanaman tembakau Vorstenlanden di daerah Jawa lebih dari 100 tahun yang lalu atau tepatnya tahun 1900, tetapi sampai saat ini penyakit masih banyak dijumpai menyerang bibit tembakau dan dianggap cukup berbahaya bila tidak dikendalikan dengan baik.
Phytium ini tergolong ke dalam klas Phycomicetes dan penyakit ini sering disebut sebagai penyakit hangus batang atau damping off yang dapat menyebabkan turunnya produksi sampai 20%, karena tidak baiknya bibit. Jamur ini pada umumnya berkembang di daerah tropikal.

  1. Ekologi

Penyakit Phytium bersifat universal, dan banyak menyerang persemaian tembakau yang terpelihara. Sumber penyakit pada umumnya terdapat di dalam tanah yang dipergunakan atau terikut oleh aliran air hujan dan sebagainya. Kerugian akibat penyakit ini sulit dihitung secara kwantitiatif karena kebanyakan menyerang pada masa stadium bibit. Sehingga bila dijumpai ada gejala serangan penyakit Phytium pada tembakau atau bibit terlihat sakit, maka langsung dimusnahkan. Biasanya praktisi selalu mempersiapkan jumlah bibit lebih banyak untuk mengantisipasi kekurangan bibit.
Lebih kurang 13 spesies tersebar di dalam tanah yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit dumping off, tetapi ada 2 spesies yang telah dikenal secara luas yang merusak tembakau yaitu Phytium ultimatum dan Phytium aphadermatum
Suhu optimal untuk Phytium dapat menyerang tanaman tembakau bervariasi cukup besar antara 24 – 35 oC. Walaupun demikian pertumbuhan dari beberpa spesies akan menurun atau terhambat pada kondisi pH rendah, untuk itu pH tanah haruslah dipertahankan sekitar 5,5.
Beberapa tahun yang lalu penyakit ini sangat banyak menyerang bibit tembakau Deli, tetapi setelah pembibitan menggunakan lonplast dan plat trays serta media yang telah disterilkan terlebih dahulu maka penyakit ini sudah sangat berkurang. Mengingat penggunaan plat trays dan lonplast maupun media steril belum begitu meluas, maka pengetahuan mengenai penyakit rebah semai sangat diperlukan.
Daur Hidup Phytium
Jamur ini bersifat polyfag sehingga dapat mempunyai beberapa jenis tanaman inang antara lain lamtoro (Leucana leucocephala), bayam duri (Amaranthus sp), kucingan (Mimosa invisa), kerokot (Portulaca oleracea), dll
Phytium sp terdapat di dalam tanah sebagai saprophyt atau dalam bahan-bahan organik yang mengalami perombakan atau sebagai parasit fakultatif yang lemah dan dapat bertahan untuk masa waktu tertentu tanpa adanya makanan. Sporangium akan berfungsi sebagai struktur survival jangka panjang.
Penyakit Akar (Blast disease).Gejala serangan : Tanaman tumbuh abnormal dan lemah dan daun tanaman berubah menjadi warna kuning. Penyebab penyakit ini adalah Jamur Rhizoctonia lamellifera dan Phytium sp.
Cara pengendalian :- Melakukan kegiatan persemaian dengan baik.
- Mengatur pengairan agar tidak terjadi kekeringan di pertanaman.
Beberapa gambar tentang phytium sp dimana : (1) Phytium aphendermatum Presporangium Oogonium dengan dua anteridium Oospora(2) Pembentukan Sporangium, (3) Pem-bentukan spora kembar (4) Spora kembar (Zoospora).

  1. Taksonomi
Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof, tipe sel: sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa, hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada pula dengan cara generatif.Phytium ini tergolong ke dalam klas Phycomicetes. Termasuk Filum Jamur Air (Oomycota).
Hifa tidak bersekat, bersifat senositik (intinya banyak), dinding sel dari selulosab) Reproduksi vegetatif dengan cara membentuk zoospora, yang memiliki 2 flagel dan generatif dengan cara fertilisasi yang akan membentuk zigot yang tumbuh menjadi oospora.
  1. Peranan Dalam Lingkungan
Gejala Penyakit
Damping off atau rebah semai biasanya terlihat di pembibitan. Bibit yang terserang pangkal batangnya membusuk sehingga layu dan terkulai lemas. Infeksi terjadi pada akar atau pangkal batang, kadang-kadang perakaran yang muda juga terserang sehingga membusuk , bila menyerang daun, maka daun menjadi busuk basah. Akar tanaman yang terinfeksi
 berwarna coklat muda dan berair.
Gejala penyakit di pembibitan tergantung pada umur bibit. Pada pembibitan yang berumur beberapa minggu, bibit layu dan menjadi kering secara mendadak. Satu hal yang sangat jelas adalah penyebaran penyakit yang sangat tidak teratur di bedengan, bibit tidak mati bersama-sama dan persemaian tampak seperti diperjarang. Ini akan berlangsung terus sehingga bibit semua menjadi mati.
Apabila diteliti lebih lanjut, bagian batang tembakau dalam tanah terlihat membusuk. Sedangkan pada tanaman yang baru dipindah ke lapangan penyakit Phytium ini menyerang akar yang menyebabkan tanaman berkerut.
Penyebaran penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang tinggi dan penerimaan cahaya sinar matahari yang kurang baik di pembibitan. Perkembangan penyakit ini juga dibantu oleh kerapatan bibit dan embun yang banyak terjadi di waktu malam.
Buangan dari pembibitan dan akar dari tanaman yang tumbuh akan merangsang Oospora dan Sporangia untuk berkecambah dan menghasilkan Zoospora. Hyfa akan menembus kista batang dan akar secara langsung melalui epidermis ataupun luka yang terjadi. Kolonisasi dari kista ini terjadi dengan cepat. Jaringan yang terserang akan berair dan akan dapat berkembang sebagai akibat dari aksi prototilic dan enzim sellulolytic yang dilepas oleh jamur.
Phytium Sp. pada umumnya tidak menyerang jaringan tanaman yang sudah matang, walaupun demikian penyakit dapat menyerang batang tanaman yang sudah tua akan dapat terjadi dalam kondisi tertentu. Infeksi tanaman yang sudah tua umumnya dibatasi pada ujung akar dan akan menyebabkan perkembangan nekrosis pada akar.
Jamur Phytium ini hidup menyebar pada tanah yang terinfeksi dan pertumbuhan hyfa akan cepat menyebar dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain pada pembibitan yang terlalu padat.
Gejala penyakit rebah semai di pembibitan tanaman tembakau

Beberapa upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit Phytium ialah sebagai berikut :
1. Untuk media pembibitan diusahakan tanah yang mudah meluluskan air, agar kelembaban tanah tidak terlalu tinggi, terutama pada musim hujan
2. Laksanakan sanitasi yang ketat, bibit yang sakit harus dibuang untuk menghindari penularan lebih lanjut, juga disarankan membuang bibit di sekitar bibit yang sakit dengan radius 1 meter atau lebih.
3. Jarak tanam bibit agar diupayakan tidak terlalu rapat untuk mengurangi kelembaban di pembibitan
4. Penyemprotan dengan fungisida terutama yang mengandung bahan aktif metalaxyl misalnya Saromyl 35SD, atau fungisida yang disarankan pemakainanya oleh Balai Penelitian Tembakau Deli. Rekomendasi penggunaan fungisida harus diikuti dengan bena

Fusarium oxysporum

Jamur Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah atau “soil-borne pathogen” yang termasuk parasit lemah. Jamur ini menular melalui tanah atau rimpang yang berasal dari tanaman jahe sakit, dan menginfeksi tanaman melalui luka pada rimpang. Luka tersebut dapat terjadi karena pengangkutan benih, penyiangan, pembumbunan, atau karena serangga dan nematode (Hariyanto dan Indo, 1990).
Lebih lanjut dikatakan, apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan, jamur bertahan hidup dalam rimpang, baik di lapangan maupun selama masa penyimpanan. Pada saat kondisi lingkungan menguntungkan, jamur akan menyebabkan pembusukan rimpang dan menular ke rimpang yang lain. Walaupun rimpang sudah tertular, gejala penyakit belum nampak karena memerlukan waktu beberapa bulan dan bila digunakan sebagai bibit sebagian besar tanaman akan terinfeksi jamur patogen tersebut.

Menurut Sastrahidayat (1990), pada medium PDA mula-mula miselium berwarna putih, semakin tua warna menjadi krem atau kuning pucat, dalam keadaan tertentu berwarna merah muda agak ungu.
Miselium bersekat dan membentuk percabangan. Beberapa isolat Fusarium akan membentuk pigmen biru atau merah di dalam medium (Walker, 1957; Agrios, 2005). Daur hidupFusarium oxysporum mengalami fase patogenesis dan saprogenesis. Pada fase patogenesis, jamur hidup sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman lain. Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia (Doolite et al., 1961 dalam Winarni, 2004).

Menurut Alexopoulos et al. (1996), pengkelasan Fusarium oxysporum sebagai berikut.
Kingdom          : Mycetae
Divisi                : Amastigomycota
Sub divisi          : Deuteromycotina
Kelas khusus    : Deuteromycetes
Ordo khusus     : Moniliales
Famili khusus    : Tuberculariaceae
Genus khusus   : Fusarium
Spesies : Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. zingiberi Trujillo

Jamur Fusarium oxysporum menghasilkan 3 spora tak-kawin, yaitu mikrokonidium, makrokonidium, dan klamidospora. Konidiofor jarang bercabang, tidak membentuk rantai, tanpa sekat, elips-silindris, lurus-lonjong, pendek, dan sederhana, fialid lateral, dan berukuran (5-12) x (2,3-3,5) µm (Domsch et al., 1993). Mikrokonidium mempunyai satu atau dua sel, terdapat jumlah banyak, dan sering dihasilkan pada semua kondisi. Jenis spora ini banyak dijumpai di dalam jaringan tanaman terinfeksi. Sementara itu, makrokonidium mempunyai tiga sampai lima sel dan berbentuk lengkung. Jenis spora ini umumnya banyak dijumpai di permuakaan tanaman yang mati karena infeksi jamur ini (Agrios, 2005). Menurut Domsch et al., (1993), makrokonidium berbentuk gelendong, lonjong, ujung tajam, mempunyai 3-5 sekat, dan ukuran [(20-27) – (46-60) x (3,5-4,5 (5)] µm.

Klamidospora berbentuk bulat, berdinding tebal, dihasilkan di bagian ujung maupun di tengah miselium yang tua atau pada makrokonidium, dengan diameter 5-15 µm (Domsch et al., 1993). Menurut Sastrahidayat (1990), klamidospora dihasilkan apabila keadaan lingkungan tidak sesuai bagi patogen dan berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup patogen.
1.       Gejala penyakit
Menurut Semangun (1989), penyakit busuk akar rimpang terdapat umum di setiap pertanaman jahe di Indonesia. Di negara lain penyakit ini pun tersebar luas juga, antara lain telah dilaporkan dari Thailand, Australia, India, dan Jepang.

Lebih lanjut dikatakan, gejala yang nampak biasanya daun bagian bawah menguning, menjadi layu, pucuk tanaman mengering, dan tanaman mati. Proses kematian berlangsung selama beberapa bulan, berbeda dengan pada penyakit layu bakteri yang berlangsung lebih cepat. Pada tingkat yang awal, jika batang palsu atau akar rimpang dipotong, kadang-kadang tampak bahwa berkas pembuluh berwarna coklat. Akar rimpang yang sakit keriput dan berwarna agak kehitaman, jika dipotong tidak mengeluarkan lendir. Bagian dalam akar rimpang berwarna agak gelap karena membusuk dan akhirnya batang palsu rebah (Semangun, 1989).

Jamur Fusarium oxysporum f.sp. zingiberi tersebar luas di semua daerah produksi jahe di Jawa Tengah dengan gejala yang nampak pada rimpang yang berubah morfologinya, menjadi keriput, berwarna keputihan, dan kering. Menurut Pancasiwi (2004), jahe gajah merupakan varietas jahe yang paling rentan dengan masa inkubasi 51,0 hsi.

Santoso (1994) menjelaskan bahwa penyakit busuk rimpang jahe menunjukkan adanya perubahan warna pada daun di bagian bawah, dari hijau tua menjadi kuning dan berangsur-angsur menjadi layu. Pada serangan berat, rimpang menjadi busuk dan batang semu keriput. Pada jaringan pembuluh terlihat garis coklat yang mengakibatkan translokasi hara dan air di dalam jaringan tanaman terhambat. Proses kematian tanaman berlangsung selama beberapa bulan. Apabila tanaman dicabut, rimpang yang sakit tidak segar, kering, dan berwarna kehitaman. Apabila rimpang dibelah di bagian berwarna agak gelap dan membusuk.

Lebih lanjut Rukmana (2000) dan Soesanto et al., (2002) menerangkan bahwa penyakit layuFusarium berbeda dengan penyakit layu bakteri. Penyakit layu bakteri disebabkan Ralstonia solanacearum mengakibatkan terjadinya pembusukan rimpang jahe, sehingga menjadi lunak, berwarna coklat tua, kebasahan, dan menimbulkan bau busuk. Alexopoulos et al., (1996) menyatakan, miselium menginvasi jaringan pembuluh, menghambat jaringan silem, menghalangi translokasi air, serta menghasilkan toksin yang menyebabkan layu dengan memengaruhi kelenturan selaput sel dan merusak metabolisme sel.

1.       Daur penyakit layu Fusarium
Daur penyakit busuk akar rimpang yaitu dapat bertahan lama di dalam tanah, khususnya apabila sebelumnya lahan ditanami dengan tanaman yang rentan. Selain terinfeksi oleh jamur yang berada dalam tanah, tanaman dapat juga menjadi sakit karena jamur yang terbawa oleh bibit yang diambil dari tanaman sakit. Penyakit dibantu oleh tanah yang kelembapannya tinggi sebagai akibat drainase yang kurang baik (Semangun, 1989).

Fusarium oxysporum f.sp. zingiberi merupakan jamur yang mampu bertahan lama dalam tanah sebagai klamidospora, yang terdapat banyak dalam akar sakit. Jamur mengadakan infeksi melalui akar. Adanya luka pada akar akan meningkatkan infeksi.  Setelah masuk ke dalam akar, jamur berkembang sepanjang akar menuju ke batang dan di sini jamur berkembang secara meluas dalam jaringan pembuluh sebelum masuk ke dalam batang palsu. Pada tingkat infeksi lanjut, miselium dapat meluas dari jaringan pembuluh ke parenkim. Jamur membentuk banyak spora dalam jaringan tanaman (Semangun, 2000).

Salah satu penyakit penting jahe adalah penyakit layu atau penyakit busuk kering rimpang yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum. Terjadinya kelayuan akibat Fusarium oxysporum terdapat beberapa teori, yaitu teori penyumbatan, toksin, dan enzim. Teori penyumbatan menyatakan, miselium jamur pada pembuluh silem tumbuh terus, berkembangbiak dan membentuk mikrokonidium. Mikrokonidium dapat terbawa oleh aliran zat cair ke atas atau berhenti dan berkecambah membentuk miselium baru. Akibatnya, terjadi penyumbatan pada pembuluh silem oleh miselium dan gum, serta terjadinya pengerutan pada sel pembuluh. Aliran zat cair menjadi tersumbat, sehingga tanaman tampak kekurangan air serta layu (Walker, 1957).

Teori enzim, patogen menghasilkan enzim pektolisis, pektin-metil-esterase (PME), dan depolimerase (DP). Enzim memecah pektin dalam dinding sel pembuluh kayu yang juga masuk dalam dinding parenkim silem. Fragmen asam pektat masuk ke dalam pembuluh kayu dan membentuk massa koloid yang dapat menghambat pembuluh. Warna coklat pada berkas pembuluh disebabkan fenol yang terlepas dan masuk ke dalam pembuluh serta mengalami pemolimeran menjadi melamin yang berwarna coklat oleh system fenol oksidase tanaman. Bahan tadi diserap oleh pembuluh kayu yang berlignin, sehingga menyebabkan warna coklat (Semangun, 2000).

Teori toksin menyatakan bahwa toksin yang dihasilkan oleh Fusarium oxysporum, adalah asam fusarat, dehidrofusarat, dan likomarasmin (Sastrahidayat, 1990). Burgess et al. (2001) menambahkan bahwa Fusarium oxysporum menghasilkan enniatins, asam fusarat, moniliformin, nafthazarrins, dan sambutoksin, tetapi tidak menghasilkan fusarins, fusarokhromanon, serta fusaproliferin, dan yang paling penting adalah mikotoksin, fumonisins, trokhothesen, dan zearalenon. Sastrahidayat (1990) menyatakan, toksin tersebut akan mengubah kelenturan selaput plasma tanaman, sehingga tanaman yang terinfeksi lebih cepat kehilangan air daripada tanaman sehat.

Soesanto (2006) menyatakan bahwa jamur Fusarium dapat bertahan agak lama dalam tanah khususnya sebelum tanah ditanami dengan tanaman rentan. Di Indonesia, kerugian yang disebabkan oleh jamur Fusarium sangat banyak dan beragam, bahkan dapat menyebabkan berubahnya pola atau sistem pertanian. Penanganan masalah penyakit layu jahe telah dilakukan mulai dari penggunaan pestisida yang tidak ramah lingkungan sampai dengan ekspansi lahan, yaitu menanam jahe ke lahan yang belum terinfestasi dan meninggalkan lahan terinfestasi (Purnomo, 1997; 2006).

1.       Faktor yang memengaruhi penyakit
Menurut Sastrahidayat (1990), Fusarium oxysporum sangat sesuai pada tanah dengan kisaran pH 4,5-6,0; tumbuh baik pada biakan murni dengan kisaran pH 3,6-8,4; sedangkan untuk pensporaan, pH optimum sekitar 5,0. Pensporaan yang terjadi pada tanah dengan pH di bawah 7,0 adalah 5-20 kali lebih besar dibandingkan dengan tanah yang mempunyai pH di atas 7. Pada pH di bawah 7, pensporaan terjadi secara melimpah pada semua jenis tanah, tetapi tidak akan terjadi pada pH di bawah 3,6 atau di atas 8,8. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum adalah 200C dan 300C, maksimum pada 370C atau di bawahnya, minimum sekitar 50C, sedangkan optimum untuk pensporaan adalah 20-250C (Domsch et al., 1993).

1.       Forma spesialis
Fusarium oxysporum mampu menyebabkan penyakit pada tanaman budidaya. Serangan jamur tesebut dapat menyebabkan tanaman layu dan mati pada lebih dari 100 spesies tanaman. Keragaman tersebut menunjukkan keheterogenan forma spesialis jamur yang terdapat di alam. Hal ini, menurut Edel et al. (1996 dalam Soesanto, 2002) disebabkan oleh keragaman rantai rDNA jamur yang menyeluruh dan mengandung unsur genetika jamur. Keragaman genetika jamur akan mengakibatkan keragaman kenampakan atau tampilan jamur, khususnya di medium yang sama. Keragaman dalam rDNA jamur ini telah banyak dikaji untuk membedakan taksonomi jamur yang berbeda.

Lebih lanjut ditambahkan Agrios (2005), hal tersebut disebabkan oleh gen kevirulenan patogen yang khusus untuk satu atau beberapa jenis tumbuhan inang yang berkerabat. Gen yang menjadikan tumbuhan inang rentan terhadap patogen tertentu terdapat hanya pada inang atau mungkin juga pada beberapa tumbuhan inang yang berkerabat. Kekhususan gen untuk kevirulenan dan kekhususan gen untuk kerentanan dapat menerangkan mengapa suatu patogen yang virulen terhadap satu inang tidak virulen terhadap inang lain. Burgess et al. (2001) menambahkan, sifat morfologi dan urutan DNA yang dianalisis menandai adanya hubungan genetika antara masing-masing Fusarium. Selain itu, kekhususan gen juga menentukan kemampuan daya hidup dari suatu mikroba patogen yang berpengaruh terhadap kevirulenan yang dimiliki. Daya hidup berarti lamanya suatu organisme atau mikroba dapat disimpan dan masih mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang yang tinggi (Tim Penyusun Kamus PS, 1997).


Cook et al. (1981) dan Agrios (2005) menyatakan bahwa seluruh populasi jamur patogen di dunia mempunyai ciri morfologi tertentu yang seagam dan membentuk spesies patogen. Akan tetapi, beberapa individu dari spesies tersebut hanya menyerang tanaman inang tertentu. Individu tersebut membentuk kelompok yang dinamakan “Formae specialis”. Misal  Fusarium oxysporumf.sp. zingiberi hanya menyerang tanaman jahe dan sama sekali tidak berpengaruh terhadap tanaman lainnya seperti tanaman apel, tomat, maupun tanaman yang masih satu kerabat. Dikatakan lebih lanjut bahwa setiap forma spesialis menyerang beberapa varietas tumbuhan inang tertentu tidak menyerang beberapa varietas lainnya masing-masing kelompok individu ini dinamakan dengan ras.